Teori ? Tidak ini pengalaman
“ Kakak nampaknya kau harus ke dokter besok, karena otak
mu sudah di penuhi oleh rumus-rumus yang tidak berguna. Pengalaman itu lebih
penting dari pada hanya berteori.”
Teori? Aku rasa itu tidaklah penting, karena sebuah teori
itu muncul dari sebuah pengalaman.
-
Adeline –
Di masa liburan seperti ini biasanya anak-anak banyak
menghabiskan waktunya untuk pergi liburan ke manapun, sebelum waktunya mereka
akan masuk ke sebuah jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan akan di sibukkan
dengan berbagai jenis pelajaran. Tapi berbeda dengan Adeline, sosok gadis ini
hanya menyibukkan dirinya dengan belajar dan terus belajar, entah apa yang
membuat dia begitu giat belajar di tengah liburan seperti ini.
“Adelinee........” Panggil seorang wanita paruh baya
“ Ia ma .. “
“ Sampai kapan kamu akan belajar , ayo turun dan makan”
Adeline keluar dari kamarnya dan menuruni beberapa anak
tangga di rumahnya.
“ Sayang, kenapa kamu masih giat belajar ?
Bersenang-senanglah lebih dulu, nikmati liburan” Kata ayah Adeline yang panik
dengan keadaan anaknya yang selalu belajar itu, ayahnya takut jika terlalu
banyak belajar akan membuat Adeline stress.
“ Nggak apa-apa ayah, aku tidak tau harus melakukan hal
apa dan harus ke mana jadi aku merasa lebih baik otak ku di isi dengan
pelajaran dari pada harus berfikir kemana dan apa yang harus ku lakukan selama
liburan ini”
“ Kakak apakah Kamu masih ada di tingkat kewarasan ?
anak-anak seusia ku saja banyak yang menghabiskan liburan nya dengan shopping
atau tour keliling dunia, tapi kau malah mengelilingi buku” Timpal Aikon
adiknya.
“ Tanpa pergi keliling dunia pun, kakak bisa tau apa yang
sedang terjadi di negara-negara sekarang, kakak juga tau kebudayaan mereka
hanya dengan membaca buku, jadi untuk apa kakak harus pergi ke sana?”
“ Kakak nampaknya kau harus ke dokter besok, karena otak
mu sudah di penuhi oleh rumus-rumus yang tidak berguna. Pengalaman itu lebih
penting dari pada hanya berteori.”
Adeline terdiam, menguyah makanan yang ada di dalam
mulutnya dan mencerna kata-kata yang barusan di bilang adiknya.
Satu minggu kemudian
Tidak terasa kini Adeline akan melanjutkan sekolahnya ke
jenjang yang lebih tinggi, SMA adalah masa sekolah terakhir bagi kita untuk
menggenakan seragam. Adeline menarik nafas panjang melihat megahnya gedung
sekolah yang ada di depannya, dia optimis bisa bersaing dengan anak-anak yang
akan sekolah di sini nantinya karena dia sudah belajar dengan giat selama
liburan.
“ Di sampaikan bagi seluruh calon siswa untuk segera ke
lapangan karena MOS kita hari ini akan segera di mulai” Sebuah suara dari
Speaker menyadarkan Adeline dari
lamunannya. Dengan gaya rambutnya yang di ikat dua tidak mengurangi kecantikan
Adeline, gadis itu selalu bergaya natural tanpa ada polesan bedak-bedak yang
tebal membuatnya merasa seperti badut.
Kini Adeline
berada di tengah-tengah lapangan dengan calon siswa lainnya, dia mendapat
tempat barisan paling belakang dan hal itu tentu membuatnya tidak menaruh
kosentrasi di depan ke kakak-kakak seniornya karena ada begitu banyak calon
siswa lain yang mengoceh sana sini di bagian belakang, 10 menit kemudian
Adeline merasa heran dengan sekelilingnya karena mereka semua diam dan menatap
ke satu arah, tentu saja Adeline penasaran dia juga ingin melihatnya tapi
karena dia ada di barisan paling belakang itu membuatnya susah untuk
melihatnya. Kemudia ada suara yang mengatakan bahwa “kakak senior yang
sangatlah ganteng” dan Adeline mulai merasa konyol karena ternyata yang membuat
mereka semua diam adalah seorang cowo yang di sebut mereka ganteng.
Adeline
tidak peduli dengan itu, dia hanya berdiri di belakang dan memasangkan headset
pada telinganya karena dia merasa bosan tidak bisa mengetahui hal apa yang
sedang di bahas di depan.
Adeline merasa dirinya di perhatikan oleh seseorang tapi
dia tidak menghiraukannya, sampai tiba-tiba dia
merasa musik yang ada di telinganya itu berhenti dan ternyata ada yang
mengambilnya dan itu adalah kakak seniornya. “Aduhh mampus aku” Gumam Adeline.
“ Apakah kamu mendengarkan apa yang di sampaikan tadi?”
Adeline hanya diam
“ Kamu, saya bertanya ke kamu. Apakah kamu mendengarkan
apa yang di sampaikan tadi?”
“Ti.. tidak” jawab Adeline
“ Pantas saja hanya kamu yang tidak punya kelompok disini
“
Adeline memang melihat beberapa orang-orang mulai berdiri
berkelompok tapi dia tidak peduli dengan hal itu dan benar saja ternyata hanya
dia yang tidak punya kelompok.
“ ayo ikuti saya”
Adeline di bawah maju ke depan, bertemu dengan beberapa
senior yang menatapnya dengan galak, dia tidak tahu harus berbuat apalagi
selain berdiam diri.
“ Stef, ini calon siswa yang belum saja sehari di sini
tapi sudah menganggap enteng kita”
Cowo itu melihat
Adeline.
“ Mengapa kamu tidak mendengarkan kami?”
“Bukannya saya tidak mendengarkan kakak-kakak tapi karena
saya bosan sedari tadi yang di bahas anak-anak di belakang hanya seorang yang
kata mereka tampan” Adeline memberanikan diri untuk berbicara.
Stefan mengalihkan pandangannya ke arah belakang dan
melihat sosok cowo yang sedang asik dengan handponenya.
“Maksud kamu dia ?”
“Saya juga tidak tau kak, karena saya tidak melihatnya”
“Baiklah karena kamu tidak mendengarkan kami hanya karena
dia , kamu harus ada di bawah pimpinan dia” Kata Stefan dengan senyumannya yang
bisa di bilang senyuman sinis.
“Given, ada seseorang yang ketinggalan di kelompok mu”
“ Taruh saja di kelompok yang lain”
“Tapi namanya ada di daftar kelompokmu”
“Aku tidak mau seseorang yang lelet”
Adeline hanya menatap aneh pria yang ada di depannya ini
karena dia berbicara tanpa mengalihkan pandangannya dari handpone yang di
genggamnya. Dan kini Stefan memandang Adeline.
“Siapa nama mu?”
“Adeline”
“ Baiklah Adeline, karena kamu tidak punya kelompok kamu
harus mencari kelompok sendiri, siapa suruh tidak mendengarkannya tadi. Dan
hati-hati yahh”
Adeline
bingung karena dia hanya di terlantarkan sendiri di tengah lapangan, dia mencoba
mencari kelompok-kelompok untuk bergabung tapi sayangnya tidak ada satupun
senior yang menerimahnya.
“ Aku pulang....”
Sepi.. suasana itu yang menyambut Adeline , dia tau bahwa
ayah dan ibunya belum pulang jam begini dan adiknya pasti sedang asik di
kamarnya. Adeline merebahkan badannya di sofa, dia merasa capek seharian ini
harus megejar kakak-kakak senior untuk bergabung dengan kelompok mereka tapi
sayangnya tidak ada satupun yang menerimahnya dan itu artinya dia harus mencari
kelompok lagi besok. Lalu kapan dia akan menerimah materi dan melakukan
kegiatan Mos lainnya kalau dia tidak di izinkan bergabung.
“Hahhhh................” Adeline
mendesah mengingat semua itu.
“ Semuanya berbaris menurut kelompok masing-masing”
Kini Adeline sendiri lagi di tengah-tengah lapangan
“ Given, apakah kamu benar-benar tidak mengizinkan dia
untuk masuk ke kelompok mu?” tanya seorang senior wanita
“ Ambil saja dia di kelompok mu” Kata Given
“ Baiklah... Siapa
nama kamu?”
“ Adeline.. “
“ Adeline, perkenalkan nama saya Flowery Juny, Kamu bisa
panggil kak Flow”
“ Baiklah kak Flow”
“Ikuti saya”
“Tapi kak... “
Flow berbalik menghadap Adeline.
“ Terimah kasih sudah mengizinkan saya bergabung di
kelompok kakak, Terimah kasih” Kata Adeline dengan girang
“ Sama-sama... Ayo pergi”
Adeline pergi mengikuti Flow tanpa mereka sadari Given
memandang mereka dan dia tersenyum.
“ Wanita yang lucu” Gumamnya.
Ini adalah hari terakhir MOS dan ternyata kakak-kakak
seniornya lebih garang dari yang biasanya, tapi untunglah Adeline mandapatkan
kakak senior yang baik seperti Flow, Flow tidak banyak marah-marah dia hanya
memberi masukkan kepada anak-anak yang di pegang olehnya.
“ Adeline White sharon” Teriak stefan..
“ Saya kak... “
“ Ikuti saya”
Adeline mengikuti Seniornya tersebut, kali ini dia
merasakan hal yang buruk akan terjadi. Ternyata dia di bawah ke ruang musik.
“ Aku dengar kamu mempunyai hobby bermain Piano. Apakah
benar?”
“ Iaa... “
“ Kalau begitu mainkan alat ini untuk ku “
Adeline langsung duduk di kursi di depan piano tersebut
dan jemarinya mulai memainkan tuts yang ada di alat musik itu , dan ternyata
benar Adeline sangat mahir dalam memainkan piano. Given yang lewat dari ruangan
tersebut langsung berjalan mundur dan mengintip dari jendela , dia menatap
Adeline sebentar lalu pergi.
MOS pun berakhir tanpa di sadari Adeline mulai akrab
dengan Flow kakak seniornya itu. Mereka makan bersama di kantin dan membahas
kejadian-kejadian semasa MOS.
“ Kamu itu seharusnya menyesal karena tidak masuk dalam kelompoknya Given”
“ Kenapa aku harus menyesal kak ?” Tanya Adeline polos.
“ Adeline , dia itu adalah salah satu cowok populer di
sekolah dan banyak cewe-cewe yang ngefans sama dia, apakah kamu tidak melihat
wajahnya yang tampan itu?” Flow mencoba merayu Adeline
“ Aku melihatnya, tapi aku rasa dia itu adalah orang yang
jelek di mata ku”
“Kenapa?” Tanya Flow penasaran
“ Aku menilai orang tidak dari wajahnya tapi dari
hatinya, percuma orang yang tampan seperti dia tapi sifatnya seperti itu
merusak ciptaan Tuhan yang indah bagi dirinya”
“ Wow, jujur baru kamu wanita yang melihat dan menilai
Given dari sifatnya dulu. Given itu orangnya memang bersikap dingin, seakan-akan
dia tidak membiarkan satu orang pun masuk lebih dalam lagi di kehidupannya”
“Kenapa seperti itu, kak?”
“ Yah aku juga tidak tau, tapi itulah Seorang Given”
Adeline hanya mengangguk dia tidak terlalu peduli dengan
penjelasan Flow tentang Given karena dia merasa tidak tertarik.
Adeline bosan
karena hari ini guru bahasa indonesianya tidak masuk hingga akhirnya dia
memutuskan untuk ke perpustakaan membaca buku, Awalnya Perpustakaan sepi dan
itu membuatnya nyaman untuk membaca tapi lama kelamaan terdengar suara teriakan
dari luar, Adeline langsung memasang Headset ke telinganya.
Tiba-tiba Given datang, dia langsung
masuk ke dalam perpustakaan dengan wajah yang kesal,..
“ Sial, aku
tidak bisa menggambar kalau para wanita itu terus saja berteriak dan membuat
imajinasi ku hilang” Runtuk Given
Given melihat
Adeline yang begitu tenang membaca, wajah dinginnya itu memandang Adeline
beberapa saat lalu menggambar lagi, Adeline pun melihat sosok Given saat itu
pun Given juga tak sengaja menatap Adeline, Adeline hanya mengganguk seperti
memberi sapaan lalu membaca buku lagi dan hal itu membuat Given menatap Adeline
dengan penasaran.
Saat pulang
sekolah Adeline ke ruangan musik dan memainkan piano dengan membawahkan lagu
Flashlight, saat itu lagi dan lagi Given tanpa sengaja memperhatikan Adeline.
“Kenapa aku
selalu saja melihat dia, hah sekolah ini nampaknya terlalu kecil”
“Given... “
Teriak Stefan,..
Given tidak
menyahut dia hanya menatap stefan..
“ Besok kita
akan mendata anak-anak yang akan mengikuti festival seni dan sepertinya saat
ini kau sedang melihat salah satu pesertanya” Ledek Stefan.
“ Apakah dia
sangat penting sampai aku harus melihatnya? Sepertinya itu alasan yang tidak
punya argumen yang baik”
Stefan hanya
melongo mendengar perkataan Given dan membiarkan Given berlalu dari hadapannya.
“ Haisshh dia
selalu saja menggunakan bahasa indonesia yang baik, mentang-mentang nilai
bahasa indonesianya tinggi”
Stefan masuk ke
dalam ruangan Musik.
“Hallo Adeline..
“
“ ahh kak Stef..
“
“ Kamu harus
bertanggung jawab atas bakat kamu”
“Maksud kakak?”
“ Karena
kemahiran kamu dalam bermain piano maka kamu harus mengikuti festival seni yang
akan diadakan minggu depan. Bagaimana?”
“Nanti akan ku
pikirkan lagi kak”
“Kami tidak menerimah penolakan” Sebuah suara dari ambang
pintu mengagetkan mereka berdua.
“ Given ? “
“ Aku kemari
hanya ingin menanyakan kapan pelaksanaan festival seni itu ? aku akan mendata
tapi tidak tau kapan pelaksanaanya”
“Tapi kan
pendataannya besok”
“ siapa tau
besok kita tidak akan bertemu “
“ Haisshh dasar
Given “
Given Langsung
saja berlalu dari hadapan mereka.
“Bagaimana
Adeline, apakah kamu ingin mengikuti festival itu ?” Tanya stefan.
“Baiklah kak”
Jawab Adeline..
Given yang
ternyata berada di luar mendengarkan pembicaraan mereka dan tersenyum.
“Aku pulang... “
Teriak Adeline
“ Sayang, kamu
sudah pulang. Ayo makan” sambut mamanya
“ Mama tidak
kerja?”
“ Tidak, tadi
bibi telvon katanya Aiko demam, jadi mama langsung pulang saja”
“Ohya ? lalu
bagaimana keadaannya sekarang?”
“ dia sudah
tidur”
“Baguslah... “
“ Yasudah ayo
makan sayang, kamu pasti lapar..”
“ Wahh mama
memang paling tau , hahahhaha.. “
Adeline dan Aiko
sangatlah beruntung memiliki orang tua seperti ini, mama nya selalu saja
mengutamakan mereka walaupun tugas dan kerjaannya begitu banyak tapi jika di
kabari bahwa Adeline atau Aiko sakit pasti mamanya akan lebih memilih pulang,
begitu juga sang ayah, ayah pasti akan khawatir dan terus menelfon memantau
keadaan mereka, ayah mungkin akan pulang lebih awal jika mendengar anak-anaknya
sakit.
Sehabis makan Adeline langsung ke kamar
adiknya untuk memantau keadaanya, Adeline merasa kamar itu jadi sunyi karena
biasanya kalau Adeline masuk ke kamar itu pasti kamar iu sangatlah berisik
penuh dengan suara playstasion yang sering di mainkan oleh adiknya.
“ Ahhh kamu
selalu saja manis saat tidur yah, Cepat sembuh jagoan. Kakak rindu dengan
ledekan yang selalu kamu lontarkan dari mulut tajam mu itu” Kata Adeline sambil
mengusap rambut adik yang sangat di sayanginya itu.
Malamnya hujan
turun mengguyur bumi, Adeline sedang asik dengan beberapa artikel yang ada di
laptopnya. Tiba-tiba mama memanggilnya.
“
Adelinneeee.... “
“ Yaa maaaa ?”
“Kemari sebentar
nak.. “
Adeline turun
menuju raung tamu.
“ Ada apa ma?”
“ sayang, tolong
belikan obatnya Aiko di apotek di depan yaa, mama mau membelinya tapi Aiko
merengek tidak mau mama pergi” Jelas mamanya
“ Memang bibi
kemana ma ?”
“Bibi lagi masak
bubur buat Aiko”
Yah , terpaksa
Adeline harus keluar rumah di tengah derasnya hujan ini. Demi adik yang sangat
di sayanginya itu.
Adeline berjalan dengan santai sambil
bermain hujan, sesekali dia membasahkan tangannya dan merasahkan dinginnya air
hujan dan entah kenapa rasanya Adeline menyukai hujan. Di tengah perjalanan
Adeline melihat sosok pria yang sepertinya familiar di matanya dan benar saja
ternyata itu adalah Given, Diam-diam Adeline memperhatikan Given yang sedang
duduk tanpa payung dan membiarkan dirinya basah.
“ Apakah dirumah
kak Given sedang kehabisan air sampai-sampai dia harus mandi hujan seperti ini
.” Gumam Adeline.
Adeline terus
melanjutkan perjalanannya dan membeli obat di apotek, saat di apotek dia
melihat payung dan dia teringat akan Given jadi, dia membeli satu lagi payung.
Dan benar saja Given masih ada di taman tadi.
Given kaget saat
tidak merasahkan air hujan di tubuhnya dan hanya mendegar suara hujan di
atasnya seperti ada sesuatu yang menghalangi hujan itu untuk mengenai dirinya.
Given memandang ke atas dan terlihat sebuah payung, lalu dia mengedarkan
pandangannya dan menemukan seorang gadis yang ternyata adalah Adeline.
“ Kak, kalau
kakak mau mandi hujan jangan terlalu lama. Lihatlah badan kakak mulai membiru
karena kedinginan. Pakailah payung ini dan pulanglah kak” Adeline menyerahkan
payung itu di tangan Given.
Given hanya
memandang Adeline, lalu dia menatap dingin Adeline.
“ Pergilah dan
bawah benda yang tidak berguna itu”
“ Bagaimana
mungkin payung tidak berguna, lalu untuk apa mereka membuat payung kalau tidak berguna”
“Pergi.... “
Bentak Given,
Adeline kaget
dan dia gemetaran, dia langsung saja pergi dari hadapan Given dan tiba-tiba ,
semuanya menjadi gelapp...
Adeline melihat
sebuah cahaya mendekatinya dan Adeline kini bisa melihat sekelilingnya karena
baru ada cahaya yang meneranginya, dia mencari payung yang di pakainya karena
saking kagetnya dia tadi hingga dia melepaskan payungnya yang entah di tiup
angin ke mana. Cahaya itu semakin dekat dan ternyata itu adalah lampu senter
handponenya Given.
“ Ini payungmu”
“ Terimah kasih
kak”
“Bawahlah
handpone ini pulang” perintah Given
“ Lalu bagaimana
kakak akan pulang?”
Belum sempat
Adeline mendengra jawaban Given, Handpone itu sudah ada di tangannya dan Given
segera pergi dari hadapannya.
“ Ahh
benar-benar orang yang kaku”
Ke esokan
harinya Adeline ingin mengembalikan handpone Given, dia merasah risih memegang
handpone itu. Bukan karena handpone itu mahal atau anti air ataupun canggih
tapi karena sejak tadi malam handpone itu selalu berbunyi dan membuat Adeline
terganggu.
“Permisi, apakah
kalian melihat kak Given ? “
Bukannya mendapat
jawaban tapi Adeline malah mendapatkan tatajam tajam dari para wanita itu, yah
itu mungkin adalah sekumpulan fansnya Given.
Adeline tidak
menemukan Given tapi dia malah bertemu dengan stefan.
“ Adeline,
bagaimana siap untuk lusa ?”
“ Ia kak, eh ia apakah
kakak Melihat kak Given ?”
“ Tidak, memangnya kenapa?”
“ Tidak, memangnya kenapa?”
“ Ini, aku mau
mengembalikan handpone nya kak Given”
“ Ohh kenapa
bisa di kamu?”
“Tadi malam kak
Given meminjamkannya padaku”
“ Ohia ?” Stefan
penasaran
“Ia , karena aku
bertemu dengan kakak maka aku akan menitipkan handpone ini ke kakak dan jangan
lupa ucapkan terimah kasih ku ke kak Given yah kak. Terimah kasih sebelumnya”
Adeline menyodorkan handponenya dan menatap Adeline yang segera berlalu dari
hadapannya.
Saat jam
istirahat Adeline melihat Given berada
di ruangan perpustakaan, Adeline masuk dan melihat nampaknya Given sedang
menggambar. Melihat Adeline yang ada di sampingnya Given langsung saja menutup
bukunya dan berdiri untuk pergi.
“ Lain kali
jangan mengintip seperti pencuri dan kembalikan benda yang kau pinjam itu
langsung ke orangnya jangan menitipkan ke orang lain, karena aku sangat benci
hal seperti itu.” Kata Given sambil berlalu pergi.
“ Memang siapa
yang meminjam hp nya ? dasar aneh”
Tanpa di sadari
Adeline, Given mendengar ucapannya itu lalu dia kembali dan menatap Adeline
dengan dekat membuat Adeline gugup. Given menjitak jidat Adeline.
“ Aduhh sakit
kak... “
“ Itu karena
kamu tidak tau bagaimana caranya berterimah kasih...”
Saat malamnya di
rumah Adeline kembali belajar dan membaca beberapa bukunya.
“Bukankah sudah
ku katakan, teori itu tidak penting yang penting adalah pengalaman”
“ Sudalah,
jangan ajak kakak berdebat sekarang kakak sedang sibuk”
Aiko mendekati
meja kakaknya.
“ Buku apa ini ?
Buku cinta ? hahaha kakak, kau tidak perlu hal seperti ini. Cinta itu bukan
masalah berteori tapi bagaimana cara kakak menyadari bagaimana perasaan kakak
terhadap orang yang kakak sayangi, kalau kakak hanya berteori saja itu bukanlah
cinta namanya”
“ Anak kecil tau
apa tentang cinta hah ?”
“ Kakak saja
yang terlalu polos, aku saja pernah pacaran beberpa kali”
“APA?” Adeline
berteriak kaget, bagaimana mungkin dia tidak kaget mendengar pengakuan dari
adiknya itu ,yang mengatakan bahwa dia sudah pernah pacaran beberapa kali
padahal dia baru kelas dua smp.
Festival seni di
mulai, banyak anak-anak yang turut berpartisipasi dalam acara tersebut, dengan
penampilan yang hebat juga tentunya dan hal itu membuat Adeline menjadi gugup.
Kini, saatnya Given tampil dengan
gitarnya. Dia membawahkan lagu Diary depresiku dan ekspreksinya sangatlah
menggambarkan bahwa dia adalah seseorang yang ada di dalam lagu yang di
bawahkannya. Semuanya bertepuk tangan dan terharu tapi bukannya malah senang
karena mendapat respon yang baik, Given menunjukkan mukanya dengan tammpamg
yang dingin itu.
Saatnya Adeline tampil dengan Pianonya,
Adeline tersenyum saat melihat keluarganya juga datang menyaksikannya dia mulai
memainkan pianonya dan ,ternyata saat itu juga Given sedang memotret Adeline.
Adeline tersenyum bangga karena dia berhasil memainkan piano ini dengan baik,
dan mendapat respon yang baik dari para penonton.
Hingga saat pengumuman juara ternyata
yang mendapat juara pertama adalah Given dan Adeline ada di peringkat ke dua
setelah Given.
“ Selamat yah, kamu
juara...” Sebuah suara mengejutkan Adeline..
“ Kak Given...
Selamat juga ternyata kakak lebih baik di atas ku” Ejek Adeline
“Apakah tidak
ada pesta perayaan ?” Tanya Given
“ Tidak ada”
Sahut Given..
“ Aghh sayang
sekali padahal aku sangat lapar”
Adeline segera
beranjak pergi dari hadapan Given.
“ Memang kamu
mau makan apa ?” tanya Given
Adeline
tersenyum senang.
Ya, di sinilah
mereka berdua sekarang di sebuah rumah makan bakso. Given terus memandangi
Adeline yang sangat lahap memakan baksonya.
“ Apakah kamu
sangat menyukai bakso?”
“ Iaa, ini
sangatlah enak. Kenapa kakak tidak makan?”
“ Aku tidak
lapar”
“Tapi ini
sangatlah tidak adil, Mas bakso satu ya mas” Adeline memesan bakso untuk Given.
5 menit kemudian
“ Ayo di makan
kak”
Given hanyan
memandangi bakso itu.
“ Ayoo ,,, aaaa
“ Adeline mengambil inisiatif untuk menyuapi Given
Dan bodohnya
given membuka mulutnya.
“ Enak kan ? “
“ Ia ... “
Baru 4 suapan
dan Given segera berhenti makan lalu ke toilet.
“ Ahh dia pasti
tidak tau makan bakso padahal makanan ini sangatlah enak”
Makan siangpun
selesai mereka berdua langsung saja jalan-jalan menikmati indahnya alam, tanpa
di sadari oleh Given sikapnya yang dingin itu perlahan menghilang saat dia
berada di dekat Adeline, dia tidak tau mengapa hal itu terjadi tapi dia hanya
merasakan rasa nyaman saat berada di samping Adeline. Adeline juga memiliki
perasaan yang sama dan Adeline yang belum pernah merasahkan hal seperti itu
hanya mencoba menjalani saja menurut perasaannya.
“ Waktunya pulang Adeline “ Suara Given
membangunkan Adeline.
“ Astaga aku
ketiduran yah kak”
Given mengangguk
“ Apakah sangat
lama ?”
“ Tidak itu
sangat singkat hanya 2 jam” kata Given denga muka polos.
“ woah , apakah
kakak punya jam yang durasinya cepat?”
“ Tidak, jam
kita sama”
“Lalu kenapa 2
jam itu sangatlah cepat untuk mu? Hah, pasti kakak mengerjai ku.”
Given tertawa
dan Adeline memukul lengan Given karena saking kesalnya. Begitu seterusnya
hari-hari ini di jalani Given dan Adeline dengan bersama dan hal itu tentu
menjadi salah satu pertanyaan yang sangatlah mendalam bagi anak-anak di
sekolah, apakah Adeline dan Given “Pacaran” ?
Belakangan ini Adeline banyak mendapat
tatapan tajam dari anak-anak di sekolah itu pasti karena Given, ia mereka
adalah fansnya Given.
Bahkan saat Adeline ada di taman belakag
ada beberapa anak-anak yang mendatanginya.
“ Apa hubungan
mu dengan Kak Given?”
“ Kami hanya
sekedar berteman, kenapa?”
“ Kamu ini
pura-pura polos atau apa sih? Melihat sikap kak Given yang sangat peduli pada
mu itu sudah jelas bahwa kak Given sangatlah menyukai mu” jelas seorang wanita
“ Tapi aku tidak
merasa seperti itu”
“ Dasar gadis
munafik”
Saat gadis itu
akan menampar Adeline, tiba-tiba sebuah tangan menahannya.
“Jangan pernah
berani menyentuh ataupun menyakitinya” Kata Given dengan tampang yang dingin
“ Kak,,, kak..
kak Given”
Gadis-gadis itu
langsung saja pergi meninggalkan mereka berdua.
“ Kamu nggak apa
– apa kan ?”
Adeline
menggeleng..
“ Kakak... “
“Ia ?”
“apakah benar
kata mereka ?”
“Apa yang mereka
katakan?”
“Bahwa kakak
menyukai ku”
Given hanya diam
dan memeluk Adeline, Adeline pun bingung, apakah ini tandanya Given menyukainya
atau tidak karena Given tidak menjawab pertanyaannya.
Di tengah kebingungannya Given menarik adeline
dan pergi dari lingkungan sekolah.
“ Kakak kita
akan kemana?”
“ Kita akan
siap-siap untuk pergi ke suatu pesta”
Adeline hanya
diam sepanjang perjalanan karena dia masih bingung dengan apa yang terjadi pada
diriya, dia tiak tau kenapa jantungnya berdebar-debar selama bersama dengan
Given.
Given membawah Adeline ke sebuah salon
dan mendandani Adeline bagaikan seorang puteri, bahkan saat Adelin keluar
dengan Dress Mini berwarnah hitam sampai lutut yang sangat cocock dengan warnah
kulit putih Adeline itu, membuat Given nyaris tak berkedip.
“ Kak, kak, kak
Given”
Given pun
tersadar mendegar suara Gadis yang di sampingnya itu.
“ Siap pergi ? “
tanya Given
Adeline
mengangguk.
Di pesta yang
serbah meriah itu Adeline merasa gugup karena saat Adeline dan Given memasuki
ruangan itu semua mata tertuju kepada mereka, bahkan orang tua Given sendiri
terdiam melihat mereka berdua.
Given hanya memandang dingin ke dua orang
tuanya, dan memperkenalkan Adelin kepada orang tuanya. Kedua orang tuanya
tersenyum bahagia tapi di balik senyuman itu terpampang wajahb yang sedih.
“ Adelin Can you
dance with me? “
“ Ta,, tapi aku
tidak tau berdansa”
“ Just follow me
, oke ? “
Adelin pun
mengangguk dan kini mereka berdua berada di tengah-tengah banyak orang yang
sedang menatap mereka, Adelin tampak gugup tapi Given tidak peduli dengan
tatapan di sekitarnya, entah kenapa malam ini Given merasa sangat bahagia tapi
tersirat kekhawatiran dari wajahnya.
“Adeline ?”
“ Ia .. “
“ Aku tidak tau
kenapa , tapi saat berada di samping kamu aku merasakan bahagia yang belum
pernah ku temukan sebelumnya, aku merasa nyaman bahkan kalau bolehpun aku
sangat ingin untuk memiliki mu. Bisakah itu terjadi?”
Adeline hanya
menatap Given dengan bingung, tiba-tiba sebuah cincin mendarat dengan mulus di
jari manisnya.
“ Sekarang kamu
adalah milik ku, jangan pernah berfikir untuk melupakanku”
Adeline masih
berfikir dengan keras, apakah maksud dari Given ini, apakah ini pernyataan
cinta nya ? Ohh sial, nampaknya Adeline begitu polos dan lugu. Di tengah rasa
bingung dan kebahagiaan itu, tiba- tiba Given terbatuk-batuk dan pergi dari
hadapannya, Adelin panik dan mengikuti Given dari belakang. Dia panik saat di
Toilet batuk Given sangat terdengar parah dan dia mencoba untuk meminta Given
membuka pintunya tetapi Given tidak mau membukanya, sampai 15 menit kemudian
tidak ada suara dari dalam sana , Adeline panik dia berlari keluar dan mencari
Orang tua Given, dan memberi tau keadaan Given. Orang Tua Given pun berlari
mengetahui bahwa anaknya Sakit , mereka mendobrak pintu toilet dan menemukan
Given tergletak tak berdaya di dalam dengan berlumuran darah, Adeline kaget dan
tanpa terasa air matanya keluar. Mereka segera membawah Given ke Rumah sakit.
3 Jam telah berlalu namun Given masih
juga belum sadar.
“ Adeline,
pulanglah nak nanti kamu bisa datang besok lagi. Ini sudah malam” kata ibunya
Given
“Tapi tante
Given masih belum bangun” Kata Adeline terisak
“ Nak, ini sudah
malam. Kamu bisa melihatnya besok lagi, pulanglah kami akan menyuruh sopir kami
mengantar kamu pulang” sambung Ayahnya Given.
Adelinne akhirnya pasrah dan pulang, ia
hanya bisa menangis melihat Given di dalam memakai begitu banyak alat medis di
tubuhnya.
·
Di rumah
“ Astaga Adeline jam berapa ii kamu baru pulang?” Kata ayahnya memarahi
Adeline.
Tapi saat melihat muka Adeline yang Murung dan Matanya yang bengkak raut
muka ayahnya menjadi Khawatir.
“ Kamu kenapa sayang?” Ibunya juga Khawatir
“ Ibu.... “ Adeline berhambur ke pelukan ibunya, ibunya khawatir karena
baru kali ini Adeline menangis seperti ini.
Adeline menceritakan semuanya kepada Ayah dan Ibunya, mereka pun sedih
mendengar kisah Cinta pertama anaknya yang sepertinya akan kandas.
Mereka menghibur Adeline.
“ Ayah,.. ibu..
Apakah Kak Given baik-baik saja ? Apakah Kak Given akan bangun besok ? Aku
ingin memeluknya lagi ibu .. hiks hiks”
Adeline semakin
menagis sejadi-jadinya.
Ke esokan
harinya Adeline mendapat kabar bahwa Given telah sadar, dia dengan semangatnya
pun pergi ke rumah sakit. Saat di rumah sakit dia tidak sengaja mendengarkan
pembicaraan orang tua Given dengan Dokter.
“ Jadi bagaimana
keadaan Given dok?”
“ Keadaannya
semakin parah Pak, bu. Bapak dan ibu harus iklhas dan tabah yahh”
Ibu Given
menangis mendengar kata-kata Dokter, begitupun dengan Adeline, dia menagis dan
berlutut di sudut rumah sakit itu karena tidak bisa menahan rasa sakit yang
menerpanya.
Saat bisa mengendalikan dirinya Adeline
masuk ke dalam ruangan Given.
“ Haii... “ Sapa
Adeline
“ Adelinee.. “
Muka Given menjadi senang
“ Kamu apa
kabar?”
“ Aku baik-baik
saja”
“Kamu juga
baik-baik saja kan Adeline?” tanya Given dengan badan yang lemah
Adeline
mangangguk tanpa sadar Air matanya Keluar. Given pun memeluknya dengan sayang.
“ Kamu nggak
akan pergi dari aku kan kak Given?”tanya Adeline dengan nada terisak
“ Sayang, kamu
jangan menangis seperti ini jelek tau. Dengarkan aku, aku tidak tau sampai
kapan aku akantetap ada di bumi ini, bisa saja hari ini aku pergi. Aku tidak
bisa berjanji untuk selalu ada di hadapan mu tapi aku bisa berjanji bahwa aku
ada di sini” Meletakkan tangan Adeline di Dadanya.
“ Nggak kamu,
nggak boleh pergi” Adeline semakin terisak.
“ Terimah kasih
Adeline, karena kamu telah masuk ke dalam hidup ku ini, Kamu membuat hidup ku
berwarna. Kamu membuat aku mengerti arti Cinta, Tetap kenang aku ya Isteri ku.”
Adeline hanya
semakin terisak.
“ Kemarin kita
sudah menikah bukan ? Terimah kasih juga karena kamu sudah mau membuat aku
merasakan betapa bahagianya menjadi seorang pengantin. Aku sayang banget sama
kamu, kamu jangan pernah menangis sendiri ya karena aku, jangan jadi down
karena aku tapi teruslah berlari ke depan mengejar mimpimu dan jadilah Adeline
seperti biasanya. I Love u Adeline Istri ku” Given mencium kening Adeline.
Lalu Given
segera tak sadarkan diri, Adeline panik dan memanggil dokter. Tim dokter pun
datang tapi ternyata kini Given sudah
tidak bernyawa lagi. Adeline histeris dia memeluk jasad suaminya itu,
“ Bangun Given ,
kak Given bangun.. mana tanggung jawab kamu terhadap isteri mu ? Aku juga
sayang banget sama kak Given! Kak Given , Kak Given, Kak GIVENNN !!!!
Seminggu sudah
semejak kepergian Given dari Dunia, Adeline menjadi bagaikan sosok mayat hidup.
Tiba-tib a mama membuka pintu dan memberikan surat untuk Adeline. Adeline
segera membuka dan membacanya.
Dear Adeline...
Adeline istriku,
Saat kamu baca
surat ini pasti aku sudah tidak ada lagi. Aku ingin kamu tau perasaan aku yang
sebenarnya selama ini, Aku suka kamu semenjak awal kamu masuk sekolah, saat
kamu dengan lucunya berterimah kasih kepada flow dan hal itu membuat aku
tersenyum lagi setelah sekian lama aku tidak pernah tersenyum, dan sejak saat
itu aku ingin menjadi kan kamu milik ku. Aku selalu memperhatikan kamu baik di
perpustakaan maupun di Ruangan musik, aku sangat suka mendengar kamu main
piano. Perasaan ku terlalu dingin sampai-sampai aku tidak tau bagaimana caranya
untuk menyatakannya pada mu. Terimah kasih karena kamu orang pertama yang kasih
makanan berbeda ke aku selain bubur, aku sebenarnya tidak bisa makan makanan
selain bubur karena sakit aku akan bertambah parah tapi dari dulu aku sangat
penasaran dengan makanan itu sampai akhirnya aku bisa memakan itu bersama
dengan orang yang aku sayangi. Terimah kasih Karena kamu telah menjadi
satu-satunya orang yang berharga di hidupku, dan terimah kasih telah memberikan
cintamu untuk ku dan terimah kasih juga karena sudah mengisi hari-hari terakhir
hidupku dengan semua cinta mu. Aku cuman
mau bilang kalau sampai saat ini aku Masih mencintai kamu,...
Suami mu
Given
Adeline hanya
bisa menangis lagi mangingat semua masa-masa indah nya bersama dengan Given,
dia ingin kembali lagi ke sana dan menghapus rasa ragu-raguny a terhadap Given.
Dia menyesal karena tidak mengerti perasaan Given yang sebenarnya saat itu dan
tidak mencintai Given dengan sepenuhnya. Ternyata benar kata adiknya Teori saja
tidak cukup melainkan pengalaman itu perlu. Kini Adeline merasa ia harus
mengubah komitmennya bukan hanya sekedar teori saja, teori tidak berguna untuk
masa depan tapi pengalaman itu yang lebih penting karena sebuah teori lahir
dari sebuah pengalaman.
END
By :
Deiby Bimbanaung